Laman

Kamis, 15 September 2011

DEVELOPING SCHOOL-BASED CURRICULUM FOR JUNIOR HIGH SCHOOL MATHEMATICS IN INDONESIA

By Marsigit
Faculty of Mathematics and Science, the State University of Yogyakarta, Indonesia

Reviewed by : Cony Devilita ( 09301241022 / Mathematics education regular 2009 at http ://conydevilita.blogspot.com/ )
Masyarakat Indonesia mengalami perubahan yang sangat cepat dari semua aspek kehidupan, hal ini menawarkan berbagai harapan dan tantangan. Sistem pengajaran di sekolah juga dituntut untuk mengikuti perubahan tersebut agar individunya dapat menghadapi tantangan dan harapan yang ada. Pemerintah Indonesia berusaha untuk memahami  isu terkini tersebut  dan mengambil tindakan untuk menerapkan kurikulum baru yaitu " kurikulum berbasis sekolah "  untuk pendidikan dasar dan menengah yang secara efektif dimulai pada tahun akademik 2006/2007. Kebijakan ini secara logis akan menyiratkan beberapa aspek berikut: program otonomi pendidikan, mengembangkan silabus, meningkatkan kompetensi guru, fasilitas belajar, anggaran pendidikan, memberdayakan masyarakat, sistem evaluasi dan jaminan kualitas. Pada setiap sosialisasi kurikulum baru ini, selalu ada sebuah program untuk menguraikan latar belakang, rasional filosofis, dan metode untuk mengembangkan silabus. Kurikulum 1994 terdiri dari 80% dari konten nasional,pendekatan berbasis konten dan berorientasi pada hasil, sedangkan KBK terdiridari 80% muatan lokal, berbasis kompetensi dan berorientasi pada proses.. Kurikulum Berbasisi Sekolah ( KBK ) dapat menjadi titik awal guru matematika di Indonesia untuk mencerminkan dan memindahkan paradigma lama mengajarnya. Ini mendorong para guru untuk mengevaluasi kekuatan dan kelemahan dari berbagai pendekatan dalam rangka untuk membuat pilihan informasi dan, bila perlu, harus siap untuk mempelajari keterampilan baru dalam rangka kepentingan belajar mengajar  matematika yang efektif. Melalui kurikulum baru tersebut, guru harus mampu merespon masing-masing kebutuhan anak dan keterampilan anak-anak sangat bervariasi dan mapu memanfaatkan layanan dukungan di sekolah ( computer, LCD, dsb )  untuk meningkatkan praktik kelas mereka; sehingga diperlukan juga pengelolaan berbagai layanan dukungan tersebut untuk memaksimalkan kebergunaan mereka dalam membantu guru untuk melakukan praktek-praktek yang baik dan untuk menerapkan kurikulum yang baru. Hal ini juga memberikan kesempatan kepada pejabat pemerintah pendidikan di Indonesia untuk melihat secara mendalam pelaksanaan kurikulum di tingkat kelas.
Pemantauan pelaksanaan kurikulum berbasis sekolah menunjukkan bahwa ada faktor-faktor dari siswa, guru dan masyarakat yang belum optimal. Hasil evaluasi pelaksanaan kurikulum baru ini mengajarkan kita untuk
selalu memperbaiki dan memperbaiki sistempengajaran yang ada. Hal ini juga menyarankan bahwa untuk meningkatkan kualitas pendidikan matematika, pemerintah pusat perlu: (1) mengimplementasikan kurikulum yang lebih cocok yaitu lebih sederhana dan fleksibel, (2) mendefinisikan kembali peran guru yaitu guru harus memfasilitasi siswa perlu untuk belajar, (3 ) mendefinisikan peran kepala sekolah, kepala sekolah harus mendukung pengembangan profesional guru dengan membiarkan mereka menghadiri dan berpartisipasi dalam pertemuan ilmiah dan pelatihan, (4) mendefinisikan kembali peran sekolah, sekolah harus mempromosikan manajemen berbasis sekolah, (5) mendefinisikan kembali peran pengawas; pengawas harus memiliki latar belakang yang sama dengan guru, mereka mengawasi guru agar dapat melakukan supervisi akademik, (6) peningkatan otonomi guru dalam mencoba menerapkan inovasi dalam mengajar matematika dan ilmu pengetahuan dan pembelajaran, dan (7) mempromosikan kolaborasi yang lebih baik antara sekolah dan universitas, komunikasi antara dosen dan guru harus ditingkatkan, ini bisa dilakukan melalui penelitian tindakan kolaboratif dan bertukar pengalaman melalui seminar dan lokakarya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar